Jumat, 31 Januari 2014

Sumber Daya Manusia di Tubuh Indonesia!



Berkenaan dengan tema “Dari Keunggulan Sumber Daya Alam menuju Keunggulan Sumber Daya Manusia” yang terkandung dalam artikel berjudul Titik Cerah dalam Transformasi SDM Kita di www.darwinsaleh.com saya berpandangan bahwa saya setuju dengan  ide-ide dan terobosan-terobosan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas  SDM kita. Salah satu terobosan itu adalah program transformasi SDM yang dicanangkan oleh KESDM untuk lebih mengaktifkan program pelatihan tenaga kerja di desa-desa dan di pesantren agar lebih berkualifikasi untuk bekerja di dalam maupun luar negeri. Menurut data BPS, kemiskinan lebih tinggi terjadi di desa-desa. Meski di kota juga tidak luput dari kemiskinan. SDA kita yang kaya membutuhkan SDM yang handal. Memang, hal-hal semacam terobosan-terobosan dan cara-cara baru sedang dibutuhkan negara ini untuk mempercepat proses dalam mengentaskan permasalahan negara. Selama SDA kita masih kurang bergerak memberi manfaat pada peningkatan SDM kita, selama itu pula kemandirian masih jauh dari kenyataan bagi rakyat Indonesia. Hal ini cukup memancing dan menggugah rasa kepedulian saya akan Indonesia. 

Ada satu kutipan didalam artikel yang berjudul Tetap Satu Visi dan Satu Semangat Sekalipun Bersaing di www.darwinsaleh.com dari seorang geolog kebanggaan Indonesia, almarhum JA Katili, beliau berkata “Dengan modal sumber daya alam yang Tuhan berikan, kita harus berhasil mentransformasikannya jadi kekuatan sosial, yakni rakyat yang lebih berdaya. Bila tidak, maka akan membawa dampak negatif, ditangisi generasi mendatang yang tetap hidup dalam lumpur kemiskinan”. Saya sangat setuju. Indonesia. Suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dan dilalui oleh garis khatulistiwa membuat Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) serta flora dan fauna yang beragam. Tetapi, adakah keseimbangan kekayaan alam tersebut dengan kesejahteraan rakyat? Adakah kekayaan alam tersebut sudah dikelola dengan maksimal oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang berasal dari negara ini? Sayang sekali menurut saya belum. 

Indonesia memiliki penduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Apabila kita berkaca ke negara-negara lain, kita bisa melihat potensi yang sungguh dimiliki Indonesia untuk menjadi negara hebat. Amerika Serikat misalnya, meski mereka tidak unggul SDA, tetapi mereka unggul SDM, baik segi kuantitas maupun kualitas. Bagaimana negara mereka? Maju. Contoh lain adalah Singapura. Negara yang kecil, SDA yang sangat minim, tetapi mereka unggul SDM, meski jumlah penduduk mereka tidak banyak. Nah, Indonesia. Apa yang kurang? Apa yang membuat negara kita jalan di tempat? Padahal kekayaan SDA melimpah, pasukan kita banyak, orang kita banyak. Hanya satu yang kurang, ialah kualitas SDM kita. Dan itulah sebenarnya yang lebih penting, see? kualitas, bukan kuantitas. “Jumlah penduduk yang teramat besar tanpa diimbangi oleh kualitas Sumber Daya Manusia yang memadai bisa menjadi sebuah petaka,” kata Kepala BKKBN Pak Fasli Jalal di seminarnya yang saya hadiri pada Desember 2013 lalu.



Masih mengutip kalimat di salah satu artikel di www.darwinsaleh.com yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia punya modal, tapi perlu sikap amanah para pemimpin. Benar. Saya ulangi, sikap para pemimpin. Bukan tidak ada SDM di Indonesia ini yang berkualitas, yang cerdas, yang pintar, yang hebat, bahkan jenius. Hanya saja sangat miris melihat mereka yang berpotensi memajukan bangsa ini tidak didukung dan diberdayakan secara maksimal di negara ini. Bahkan, saya teringat salah satu berita yang pernah saya baca beberapa tahun yang lalu di surat kabar. Tentang apa yang para pelajar sebut “Ujian Nasional”. Ada salah satu pelajar SMA yang merupakan pemenang olimpiade tingkat nasional telah gagal di Ujian Nasional. Apa yang pemerintah Indonesia lakukan terhadapnya? Tidak ada. Apa yang pemerintah Singapura lakukan terhadapnya? Memberikan beasiswa untuk melanjutkan kuliah disana. Lihat, miris bukan? Anak bangsa yang cerdas lebih dianggap diluar negeri daripada di negeri sendiri. 
Didalam hingar bingar berita korupsi yang semakin merajalela di negeri ini, mari sejenak kita berfikir tentang bangsa dan negara ini, bagian apa yang perlu dibenah terlebih dahulu dari negara ini. Sistem pendidikan di Indonesia, sudah sesuai kah dengan kebutuhan masa depan? Jika kita kilas balik, kenapa dulu banyak orang luar negeri yang belajar di Indonesia, sementara sekarang terbalik, kita yang banyak menuntut ilmu di luar negeri. Apa yang salah dengan sistem pendidikan kita saat ini? Menurut saya sistem pendidikan Indonesia saat ini masih sangat kaku, tidak fleksibel, ketinggalan. Selama 12 tahun, kita dijejali semua jenis ilmu. Kecuali SMK yang tahun ke-10 pendidikannya sudah mulai mengambil peminatan. Tetapi, banyak sekali generasi muda Indonesia yang hanya sempat bersekolah sampai ke jenjang SMP bahkan SD. Bagaimana nasib mereka? Sampai kapan pendidikan di Indonesia masih berkutat pada nilai ujian seluruh mata pelajaran. Saya menanti saat-saat dimana Indonesia memiliki sistem pendidikan seperti di luar negeri yang sejak kecil sudah membebaskan muridnya memilih dan mengambil kelas-kelas yang sesuai minat dan bakatnya. Jika mereka suka musik, maka ambillah kelas musik. Jika mereka suka pelajaran eksakta, maka ambillah eksakta. Tidak heran di Jepang, murid SMA sudah bisa merakit handphone sebagai tugas sekolah, tidak seperti di Indonesia yang masih berkutat di atas kertas untuk bisa lulus SMA. Sistem pendidikan seperti itu membuat bakat dan keahlian mereka terasah lebih sempurna serta menghemat waktu. Toh seorang guru pun, hanya diwajibkan menguasai 1 pelajaran saja, kenapa murid harus dituntut untuk menguasai seluruh mata pelajaran?
Saya sering berandai-andai. Andai rakyat Indonesia ini begitu produktif, atau setidak-tidaknya memiliki satu saja keterampilan kejuruan yang bisa membuat mereka berkontribusi di negara ini, sehingga pandai mengolah dan mengelola Sumber Daya Alam sendiri serta membuka lapangan kerja baru. Negara kita subur, penghasil aneka bahan makanan, buah dan sayuran, kenapa masih sering terjadi kelangkaan sembako atau mahalnya harga bahan pokok? Negara kita menyembunyikan kekayaan alam di lautan maupun daratan, energi, bahan tambang maupun mineral. Kita jangan bisanya hanya menjadi pengekspor bahan baku ke luar negeri, kemudian setelah diolah oleh negara mereka yang berkualitas SDM nya kita mengimpor barang sudah jadi. Bisa dibayangkan jika kita sudah  menghasilkan bahan baku sendiri, lalu bisa mengolah sendiri, berteknologi sendiri, memproduksi sendiri, dan menghasilkan produk berdaya guna yang bisa digunakan oleh masyarakat dalam maupun luar negeri. Indonesia akan menjadi bangsa yang mandiri, tanpa perlu menyejahterakan pihak asing. Indonesia tidak perlu lagi mengirimkan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) atau TKW (Tenaga Kerja Wanita) ke negara lain, bahkan Indonesia yang membutuhkan TKI (Tenaga Kerja Inggris) atau TKW (Tenaga Kerja Washington) untuk dipekerjakan di Indonesia. Khayalan saya sudah semakin jauh saja. Tapi inilah tantangan. Mampukah Indonesia mewujudkan khayalan dan impian yang saya yakin bukan hanya saya saja yang pernah berandai-andai seperti itu? Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang saya baca di www.darwinsaleh.com dari 100% tenaga kerja kita, sekitar 94% berpendidikan SMA atau kurang, mayoritasnya 74% berpendidikan SMP atau kurang. Nah, mereka-mereka inilah yang harus dibekali kemampuan dan keterampilan tersebut. Agar di masa depan, mereka tidak menyumbangkan angka kemiskinan di Indonesia. BPS mencatat jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan kini mencapai 28,55 juta orang. Angka kemiskinan itu bertambah 0,48 juta orang dibandingkan Maret 2013. Sekali lagi ini adalah tantangan. Memang tidak mudah untuk menjadikan bangsa ini mandiri, tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Asalkan kita semua bersatu padu, rakyat dan pemimpin bersungguh-sungguh mewujudkan hal itu bersama, tidak ada yang tidak mungkin. 


      Ibarat manusia, Indonesia pada dasarnya sudah memiliki tubuh yang kuat berupa SDA. Tetapi, tubuh yang kuat tersebut tidak akan tegak berdiri apabila didalamnya tidak memiliki jiwa yang kuat pula, yaitu jiwa SDM. Rakyat didalamnyalah yang memegang pengaruh terbesar terhadap masa depan negara. Bagaimana kondisi negara, rakyatlah yang menjadi cerminannya. Apabila SDM lemah, maka sia-sialah kekuatan tubuh tadi yang hanya akan berada dibawah kontrol jiwa-jiwa lain yang kuat. Hari depan bangsa Indonesia sudah dapat terlihat hari ini apabila kita masih juga mengabaikan faktor SDM. Sudah saatnya keunggulan SDA bertransformasi menjadi keunggulan SDM. Sumber Daya Alam unggul, Sumber Daya Manusianya pun unggul, dan ada satu SDM lagi yang tak kalah penting, Sumber Daya Mental. Mental positif, mental kuat, mental pemenang. Sehingga rakyat dan pemimpin memiliki kesadaran dan kekuatan untuk bersinergi memajukan negara. Harapan saya sistem pendidikan di Indonesia bisa diciptakan dan dibarukan sebagai langkah awal untuk menghebatkan generasi bangsa. Semoga ada perubahan yang lebih baik di negara ini. Bangkitlah Indonesia! Tumbuhkan jiwa SDM mu! Untuk menjadi satu kesatuan yang hebat, Indonesia Raya.

Intan Fandini
 
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com.

Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan"




youthgeneration3.blogspot.com

Jumat, 17 Januari 2014

Bosan itu PASTI

"Kalo sayang, nggak mungkin bosan." Begitu katanya.

Ini statement yang sangat indah didengar, namun sangat keliru. Semua pasangan lama PASTI mengalami kebosanan. PASTI. Bedanya, ada yang dewasa berkomitmen, dan ada yang enggak. Kalian ngerasa bosan BUKAN karena gak sayang lagi, tetapi karena kalian MAKIN BAIK bekerjasama. Sehingga drama semakin sedikit :)

Jadi, cerita hubungan kalian yang tadinya film drama, action, ataupun musikal berubah menjadi film dokumenter dan ilmu pengetahuan. Cerita hubungan kalian berubah dari arung jeram seru di air dangkal, menjadi hubungan berlayar di laut dalam yang tenang. Berlayar di laut dalam yang tenang memang membosankan. Tapi, nggak ada orang yang pergi jauh pake arung jeram...



Satu hal lagi.
Yakin.
Sesuatu yang sudah ditakdirkan
menjadi hak kita,
Allah tidak akan membiarkannya
menjadi milik orang lain.


Intan Fandini